Si penulis menyampaikan bahwa beberapa umat islam tidak mengetahui makna yang terkandung dalam moment Idul Adha. Sebagian dari mereka hanya menganggap penyembelihan hewan kurban sebagai tradisi yang dilaksanakan rutin setiap tahun. Ketika si penulis menguraikan ide tersebut, saya setuju kutipan itu dapat menjadi bahan intropeksi bagi seluruh umat muslim. Namun ada dua hal yang cukup mengiris hati, pertama adalah pemilihan kata yang cukup nyeleneh, dan kedua, menceritakan kisah yang melenceng dari ayat Al qur'an.
Saya menemukan sang penulis berkali-kali menggunakan kata "dongeng" dan "legenda" dalam mendeskripsikan kisah nabi Ibrahim Alaihis Salam dan tewasnya putra Nabi Muhammad, Al-Husain. Definisi dongeng berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cerita yang tidak benar terjadi, begitu pula dengan definisi legenda. Seolah-olah kisah suci nabi Ibrahim dan Al Husain, hanya fiktif belaka yang masih diragukan kebenarannya.
Perhatikan potongan-potongan kutipan di bawah ini:
- Kisah Nabi Ibrahim AS menyembelih anak kesayangannya memang bukanlah dongeng biasa.
- Dongeng Mina setiap tahun memang harus kita kenang.
- Sebab, setiap dongeng sesungguhnya tidak berbicara tentang kisahnya sendiri.
- …jika kita mau menuturkan kembali dongeng Mina sebagai ide perubahan.
- Itulah hebatnya sebuah dongeng suci. Seolah-olah peristiwanya tidak pernah usai….
- Kalau diresapi, dongeng Mina – yaitu saat Nabi Ibrahim AS bersedia menyembelih anak kesayangannya tersebut — sesungguhnya bukan semata-mata ujian tentang keimanan.
- 'Asyura-itu kini jadi legenda di dunia.
Kompas seharusnya lebih berhati-hati dalam memproses tulisan yang akan beredar, apalagi hal ini menyangkut nilai agama yang sangat sakral. Semoga Allah melindungi penulis, pembaca, dan yang mempublish artikel sesat tersebut.
Sayang sekali media yang selama ini dibangga-banggakan masyarakat Indonesia kenyataannya malah isinya tidak sesuai dengan keyakinan penduduk Indonesia yang notabene-nya dominan memeluk agama Islam...semoga mereka semua diberi hidayah oleh Allah subhanahuwata'alaa..amiiinnn...
Kompas kan artikel-artikelnya kebanyakan berfaham liberal.
Memang bahasa dan narasinya intelektual dan cerdas. Tapi sayang dari segi spritual sering menggunakan faham liberalisme.