Lahirnya lagu-lagu dengan lantunan lirik “nakal” dan “menyentil” telinga kini semakin berkembang di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari maraknya syair lagu dangdut yang menyudutkan peran wanita sebagai objek, baik dari segi moral maupun etika. Topik perselingkuhan, prostitusi, dan korban seksualitas menjadi hal hangat yang sudah tidak tabu lagi.
Tidak dapat dipungkiri, menjamurnya lagu-lagu tersebut kerap mendapat respon cukup kontroversial dari berbagai lapisan masyarakat. Berawal dari video lips sing remaja berjudul “Keong Racun” yang kini sudah disaksikan lebih dari sejuta pasang mata, lalu dibuntuti lagu-lagu fenomenal yang tak kalah heboh, telah menjadi sorotan massa. Bahkan dari lagu-lagu tersebut, muncullah konotasi sarcasm yang melejit di kalangan pendengar.
Lagu-lagu berkonotasi vulgar tersebut sudah tidak asing lagi berseliweran di televisi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua dalam membimbing anak-anak mereka. Anak-anak berusia rawan perlu mendapat pantauan khusus dalam menikmati musik Indonesia saat ini. Mereka harus dibina agar mampu mencerna pesan moral, baik positif maupun negative yang terkandung dalam lirik lagu dewasa tersebut.
Apabila kita tinjau lebih jauh, sudah berapa banyak anak di bawah umur yang hamil di luar di luar nikah. Bahkan banyak pula anak-anak perempuan yang mengalami pelecehan seksual dari teman lelaki sebayanya. Sebuah penelitian di Amerika menunjukan bahwa, anak usia remaja yang sering mendengarkan lagu-lagu berlirik sarcasm, lebih rentan melakukan hubungan sex usia dini dibanding mereka yang sering mendengarkan lagu-lagu berkonotasi positif.
Lalu bagaimanakah para musisi menyikapi fenomena ini? Apakah kebebasan berekspresi menjadi alasan sehingga mereka tidak peduli dampak negative dari hasil karya mereka?
Seharusnya hal ini menjadi pokok perhatian para musisi untuk menciptakan hasil karya yang berkualitas dan mendidik. Lagu untuk anak-anak seakan telah mati. Dunia hiburan kita sudah lama merindukan untaian lirik lagu ringan yang dilantunkan anak-anak dengan suara nyaring serta gerak-gerik lincah dan polos mereka. Mirisnya, anak-anak lebih sering melantunkan lirik lagu dewasa, entah mereka memahami maknanya atau tidak. Hal ini bisa menjadi teguran untuk para musisi , namun ambisi popularitas lebih diutamakan daripada kualitas dalam fase ini. Minat pasar yang meroket membuat mereka berlomba-lomba membuat sensasi dalam dunia hiburan.